BRR diminta data aset secara menyeluruh

(Monday, June 30, 2008)

Pelimpahan wewenang kerja dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi NAD-Nias kepada Pemerintahan Aceh boleh jadi di bulan april tahun mendatang, namun sebaiknya BRR harus melakukan penyiapan sejak diri secara terstruktur dan transparan.



Hal ini penting dilakukan demi kejelasan terhadap keberlanjutan rekontruksi bencana di Aceh. Demikian kata askhalani, manager program Monitoring Rehabilitasi dan Rekonstruksi badan pekerja anti korupsi Gerak Aceh, pekan lalu di banda aceh.

Katanya pelimpahan mandat kerja yang diterima oleh Pemerintahan Aceh dari Pemerintahan Pusat harus ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Kepres) yang memuat penjabaran lebih rinci terhadap kerja-kerja BKRR kedepan.

“ Jika pembentukan BKRR hanya didasari oleh SK Gubernur, maka dapat dipastikan BKRR akan bernasib sama dengan BRR, KP2DT dan juga BPKL, yang tidak memiliki kewenangan dan anggaran yang cukup untuk bekerja. Walaupun BKRR dibentuk berdasarkan Keppres tetapi BKRR tetap harus dibawah koordinasi Gubernur Aceh selaku Kepala Pemerintahan Aceh.

Pada dasarnya BKRR bukanlah Satuan Kerja Pemerintahan Aceh (SKPA), tetapi lembaga Ad-Hoc yang fokus meyelesaikan kerja-kerja Rehab-Rekons Aceh. Dari itulah diperlukan keputusan presiden. Agar kedudukan Badan Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh kedepan mendapat anggaran yang cukup, jelasnya.

Berdasarkan pengalaman tahun 2007, kinerja SKPA dalam hal penyerapan anggaran sangat lemah yaitu berkisar 40%-50% dari total anggaran sebesar Rp 4,060 Trilyun, ditambah lagi beban kerja SKPA pada tahun anggaran 2008 sangat berat dengan mengelola dana sebesar Rp 8,5 Trilyun. Jadi kita tidak ingin hal itu kembali terulang dimasa yang akan datang.

Membangun Aceh ini, pada prinsipnya sangat mudah dan tenang. Asalkan pelaksanaan dilapangan saling terbuka dan jujur, untuk itu BRR bersama Pemerintahan Aceh harus segera menunjukan tim aset (baik tim independen ataupun auditor pemerintah) untuk melakukan audit dan penilaian terhadap semua aset baik aset yang bersumber dari APBN (on-budget) maupun dari Donor/INGO (of-budget).

Penilaian aset ini untuk meminimalisir terjadinya penggelapan aset untuk kepentingan pribadi dan juga konflik kewenangan pengelolaan aset antara pemerintah Pusat dengan Daerah, Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang lainnya.

“Jika dilihat dari jenis aset, maka aset yang paling rawan digelapkan adalah aset yang bergerak dan memiliki nilai ekonomis tinggi seperti alat-alat medis yang canggih yang merupakan sumbangan negara sahabat dan donor serta alat-alat berat dan kendaraan roda dua dan roda empat.”


Maka untuk menghindari hal itu BRR harus menyiapkan Katalog Aset yang merupakan konsekwensi logis bentuk pertanggungjawaban BRR kepada publik dan khususnya korban tsunami, sehingga publik dapat membandingkan berapa jumlah aset yang ada dengan jumlah dana yang telah dihabiskan.

Nanti saat pemerintah aceh menerima mandat secara resmi, yang sangat ditakuti kecurigaan rakyat khususnya korban tsunami terhadap pemerintahan sendiri, maka secepatnya pemerintah aceh harus mengambil langkah yang tepat sebelum mandat diterima.

Askhalani, Mengharapkan sebaiknya pemerintahan Aceh kedepan tetap mempertahankan konsep transpransi dalam penggunaan Anggaran baik yang bersumber dari DIPA (APBN) maupun bantuan Negara donor, yang dipublikasi secara terbuka kepada publik. Agar masyarakat terbuka dan dapat melihat secara nyata.

Dengan demikian, perjalanan pembangunan pasca BRR di aceh tetap berjalan dan ekonomi masyarakat akan stabil. Jika rakyat senang dan bisa menerima hasil nantinya dengan baik. Maka pemerintah aceh baru berhasil membangun masyarakat dalam berbagai sektor. Lanjutnya.

“ini sangat tergantung pada proses keberlanjutan pembangunan masyarakat aceh yang sudah trauma dengan kehidupan masa lalu. Aceh akan bangkit dengan ekonomi yang kokoh disebabkan karena pemerintah bersih,”.

Jikapun pemerintah masih ambul radul, jangan berharap aceh akan bangkit dengan mudah. Banyak negera dan investor asing malas ke aceh. Karena aceh sangat rawan korupsi. Percuma usaha pemerintah aceh untuk melobi investor akan masuk ke aceh. Jika sistem tidak ada perubahan. Yang akhirnya rakyat jadi tambah miskin. Urainya

Sementara itu, juru bicara BRR Twk Mirza Keumala, mengatakan, kami hargai apa yang disampaikan badan pekerja Anti korupsi Aceh. Namun demikian kami juga tidak diam diri. Kami sudah melakukan penataan aset untuk diserahkan kepada pemerintahan aceh.

Hingga kini, jumlah aset yang telah kami data sebesar Rp. 8,9 triliur. Ini sudah siap diserahkan kepada pemerintahan aceh. Hanya saja belum waktunya. Kita tunggu petunjuk dan waktu yang tepat, tambah twk Mirza keumala.

“kalau tidak salah saya angka yang sangat besar itu bersumber dari pemerintah pusat dan bantuan donor dari berbagai negara, kepala BRR kuntoro mangkusubroto sudah menjelaskan saat menyerahkan aset kepada Badan Keluarga Berencana Nasional yang diterima langsung oleh Kepala BKKBN Pusat bersama Sekda Aceh Husni Bahri TOB. Tandasnya.

Pada prinsip BRR juga peka terhadap kemajuan ekonomi masyarakat aceh, berbagai upaya telah kami lakukan agar masyarakat bisa bangkit dengan modal usaha yang diberikan oleh BRR dan negara donor lainnya.

Setelah nanti kami tidak lagi bertugas di BRR, kami hanya bisa melakukan koordinasi dimana dan daerah mana yang sudah di bantu untuk perkembangan ekonomi di berbagai sektor yang telah kami bantu sejak kami ditetapkan sebagai pelaksanaan dilapangan 4 tahun lalu. Sebut twk keumala.

Posted in Diposkan oleh kulatbulat di Monday, June 30, 2008