Asian Development Bank, melalui Satker ETESP, dalam waktu enam bulan ke depan, akan menyerahkan seluruh aset yang dibangunnya di Aceh dan Nias. Guna bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh dengan baik dan merata

BANDA ACEH, Asian Development Bank, melalui Satker ETESP, dalam waktu enam bulan ke depan, akan menyerahkan seluruh aset yang dibangunnya di Aceh dan Nias. Guna bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh dengan baik dan merata
Badan dunia yang berpangkalan di Manila ini. Menyebutkan pihak ETSEP ADB telah memberikan bantuan pemberdayaan masayarakat sedikitnya 32.000 penerima manfaat yang berasal dari 219 desa di 9 kabupaten/kota di NAD dan 2 kabupaten di Nias. Di sektor perikanan tangkap, ETESP telah menyerahkan bantuan kapal dan boat mulai dari 5 GT- 20 GT lengkap dengan berbagai fasilitas penangkapan ikan sebanyak 150 buah dengan penerima manfaat mencapai 1.213 orang.
Demikian diungkapkan Direktur Livelihood ETESP ADB, Richard Deresford, dihadapan peserta Workshop Pengelolaan dan Pelimpahan Aset Infrastruktur Program ADB ETESP Perikanan. Senin kemaren dibanda aceh
Aset yang akan diserahkan ADB, menurut Richard, mencakup aset fisik, laporan dan survei, keuangan dan rencana keuangan, keluhan dan kewajiban serta sistem manajemen dan pengembangan. Nilainya mencapai US$ 300 juta.
Richard menambahkan, dalam rangka penyerahan aset ETESP ini, harus dilaksanakan dengan tepat sasaran. Strateginya adalah memusatkan perhatian pada pengalihan aset baru, sistem dan sumberdaya informasi inovatif ETESP/BRR. ”Ini semua dalam rangka exit strategi ETESP yang direncanakan selesai dalam enam bulan ke depan,” katanya.
Jika hal-hal ini tidak diperhatikan pada waktu ETESP exit, tegasnya, maka semuanya tidak akan ada gunanya. Karenanya, pemindahtanganan harus selesai pada 31 Desember 2008, atau tanggal penutupan setiap komponen ETESP pada Juni 2009.
Dalam kesempatan yang sama, pihak direktorat aset BRR NAD-Nias yang diwakili oleh Kepala Bidang Serah Terima Aset Junaidi, menjelaskan sebelum diserahkan kepada pihak penerima, aset ETESP ADB harus ditetapkan peruntukan terlebih dahulu untuk menjamin kejelasan pihak penerima sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. ”Setiap kekeliruan yang muncul akan membawa dampak negatif terhadap manajemen penghasil aset, mulai dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Satker, Manajer, Direktur dan bahkan Deputi BRR,” ucapnya.
Workshop yang dihadiri oleh Panglima Laot dari 10 Kabupaten Kota di seluruh Aceh, perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten/Kota, konsultan ADB serta beberapa staf petinggi BRR, juga menampilkan Zulhamsyah Imran, Direktur Pengembangan Ekonomi Kedeputian Bidang Operasi BRR NAD-Nias.
Menurut Zulhamsyah, realitas yang terjadi saat ini, adalah tidak jelasnya pengelolaan aset setelah diserahkan kepada penerima. Banyak aset di bawah Kedeputian Ekonomi yang sudah diserahkan kepada Pemda, tidak dilanjutkan dengan disediakannya biaya pemeliharaan. Demikian pula pada lembaga lain seperti yayasan, koperasi, kelompok masyarakat pada gilirannya tidak terselenggara dengan semestinya karena alasan ketiadaan dana. ”Seharusnya, ada pihak penyandang dana seperti pengusaha lokal, koperasi atau lainnya yang punya unit usaha sejenis yang terjun melanjutkan pengelolaan aset yang bersangkutan,” katanya.
Kenyataan lainnya yang juga memerlukan perhatian serius adalah adanya aset yang tidak dapat difungsikan karena tidak cukup energi. Contoh yang paling jelas adalah pabrik es bantuan BRR dan NGO. Sebut saja, pabrik es bantuan JIG di Krueng Raya, Lambada Lhok di Kabupaten Aceh Besar. Karena ketiadaan pasokan listrik, saat ini nyaris menjadi besi tua. Satu-satunya pabrik es bantuan JIG yang hingga saat ini berfungsi terdapat di kawasan Lam Pulo Banda Aceh. ”Bagaimana caranya, itu pintar-pintar pengelola pabrik melobi PLN,” tandasnya.
Dua pabrik es bantuan BRR melalui dana ETESP ADB di Muara Batu (Lhokseumawe) dan satu lagi di Simeulue, masih dalam tahap penyelesaian pembangunannya. ”Kalau masalah energi penggerak ini tidak dipikirkan sebelumnya, saya yakin nasibnya akan sama,” tegas Zulhamsyah lagi. Padahal untuk membangun pabrik tersebut ADB merogoh sedikitnya Rp 2,5 miliar untung masing-masing pabrik.
Sementara itu Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh menyambut baik harapan Richard. Seperti disampaikan kepala DKP Razali MS menyatakan sangat konsern dengan masalah aset BRR yang bakal diserahkan kepada Pemda. Apapun yang diserahkan harus dapat dimaksimalkan pemanfaatannya. Namun saran Razali penyerahan tersebut baiknya disertai dengan sertifikat kepemilikan yang jelas. Ini menjadi beban Pemda.
Di bidang rehabilitasi infrastruktur perikanan, ETESP juga telah membangun dan merehab 12 bangunan dengan penerima manfaat 9372 orang. Demikian pula di bidang rehabilitasi sumber daya lingkungan pesisir, yang rusak diterjang gempa dan tsunami. Khususnya penanaman hutan bakau dan sabuk hijau (green belt) di areal sekitar tambak bantuan ADB ETSEP Perikanan.


Posted in Diposkan oleh kulatbulat di Tuesday, July 08, 2008